Teks khutbah Jumat yang Membuat Jamaahnya Menangis dan Mengesankan di Hari Santri Nasional 2021

- 21 Oktober 2021, 23:38 WIB
Teks khutbah Jumat Hari Santri Nasional (HSN) 22 Oktober 2021.
Teks khutbah Jumat Hari Santri Nasional (HSN) 22 Oktober 2021. /dok. kemenag.go.id

Terjemah :"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.”

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,

Beribadah dan bersyukur menjadi keniscayaan untuk terus dipertahankan dan diperkuat dalam kehidupan kita di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagaimana tidak? Saat ini bisa kita rasakan sendiri bahwa kita dan seluruh umat beragama di Indonesia bisa beribadah dengan tenang dan nyaman tanpa gangguan dan larangan. Tidak seperti di negara yang penuh dengan konflik dan peperangan. Mereka harus beribadah dalam kecemasan dan rasa was-was karena desingan peluru dan bom yang terus mengancam keselamatan hidup mereka.

Kita sudah menikmati karunia Allah yang luar biasa ini berupa kemerdekaan melalui washilah para pejuang yang telah berkorban jiwa dan raga. Sehingga sudah menjadi kewajiban kita untuk senantiasa bersyukur kepada Allah dalam wujud menjaga kedamaian dan ketenangan dalam suasana kemerdekaan ini. Terlebih pada hari ini tanggal 22 Oktober 2021 yang bertepatan dengan Hari Santri, kita harus mengingat perjuangan para ulama, kiai, dan santri yang memiliki kontribusi besar dalam kemerdekaan Indonesia.

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,

Penetapan Hari Santri yang kita peringati hari ini adalah merupakan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015 pada 15 Oktober 2015. Hari Santri merupakan supremasi perjuangan para santri dan ulama pesantren dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Saat itu NICA (Netherlands Indies Civil Administration) membonceng tentara Sekutu (Inggris) hendak kembali menduduki Indonesia dalam Agresi Militer Belanda II pasca kekalahan Jepang oleh Sekutu setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan.

Hal ini menunjukkan bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 bukanlah akhir perjuangan. Justru perjuangan makin tidak mudah ketika bangsa Indonesia harus menegakkan kemerdekaan karena upaya kolonialisme masih tetap ada. Ulama pesantren sudah melakukan antisipasi jika sewaktu-waktu terjadi perang senjata saat Jepang menyerah kepada Sekutu.

Benar saja, setelah Proklamasi Kemerdekaan, terjadi Agresi Militer Belanda kedua yang puncaknya adalah berupa pertempuran di Surabaya pada 10 November 1945 yang kita peringati sebagai Hari Pahlawan. Peperangan melawan agresi militer ini tidak terlepas dari pencetusan Fatwa Resolusi Jihad NU oleh KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Resolusi Jihad ini menggerakkan seluruh elemen bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan dari Agresi Militer Belanda ini.

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,

Dari sejarah ini kita juga bisa mengambil hikmah bahwa agama dan nasionalisme bisa saling memperkuat dalam membangun bangsa dan negara. Dua unsur ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Agama Islam memerlukan tanah air sebagai lahan dakwah dan menyebarkan agama, sedangkan tanah air memerlukan siraman-siraman nilai-nilai agama agar tidak tandus dan kering. Agama tanpa nasionalisme akan menjadi ekstrem. Sedangkan nasionalisme tanpa agama akan kering. Ulama menegaskan:

Halaman:

Editor: Abdul Rosyid

Sumber: NU Online


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah