Asal Usul dan Sejarah Malam Satu Suro, Ada Hubungannya dengan Sahabat Umar bin Khattab R.A

- 30 Juni 2024, 08:45 WIB
Ilustrasi Malam 1 Suro, ada 5 Mitos Malam 1 Suro dan 4 Weton akan bertabrakan dengan Malam Satu Suro.
Ilustrasi Malam 1 Suro, ada 5 Mitos Malam 1 Suro dan 4 Weton akan bertabrakan dengan Malam Satu Suro. / Pixabay/558124//

PORTAL PATI - Asal Usul dan Sejarah Malam Satu Suro, Ada Hubungannya dengan Sahabat Umar bin Khattab R.A.

Latar belakang dijadikannya satu Muharram atau satu Suro sebagai awal penanggalan Islam oleh Khalifah Umar bin Khattab, seorang khalifah Islam di zaman setelah Nabi Muhammad wafat.

Awal dari afiliasi ini, konon untuk memperkenalkan kalender Islam di kalangan masyarakat Jawa.

Baca Juga: Mitos atau Fakta? Mengungkap Dibalik Misteri Diet Keto untuk Kesehatan Jangka Panjang

Maka tahun 931 H atau 1443 tahun Jawa baru, yaitu pada zaman pemerintahan kerajaan Demak, Sunan Giri II telah membuat penyesuaian antara sistem kalender Hijriyah dengan sistem kalender Jawa pada waktu itu.

Waktu itu, Sultan Agung menginginkan persatuan rakyatnya untuk menggempur Belanda di Batavia, termasuk ingin menyatukan Pulau Jawa.

Oleh karena itu, dia ingin rakyatnya tidak terbelah, apalagi disebabkan keyakinan agama. Sultan Agung Hanyokrokusumo ingin menyatukan kelompok santri dan abangan, seperti dikutip dari laman Petabudaya Belajar Kemdikbud.

Baca Juga: 15 Rangkaian Nama Bayi Perempuan Modern Tema Bulan Suro dan Muharram Beserta Artinya

Pada setiap hari Jumat legi, dilakukan laporan pemerintahan setempat sambil dilakukan pengajian yang dilakukan oleh para penghulu kabupaten, sekaligus dilakukan ziarah kubur dan haul ke makam Ngampel dan Giri.

Akibatnya, satu Muharram (satu Suro Jawa) yang dimulai pada hari Jumat legi ikut-ikut dikeramatkan pula, bahkan dianggap sial kalau ada orang yang memanfaatkan hari tersebut diluar kepentingan mengaji, ziarah, dan haul.

Lelaku malam satu Suro, tepat pada pukul 24.00 saat pergantian tahun Jawa, diadakan secara serempak di Kraton Ngayogyakarta dan Surakarta Hadiningrat sebagai pusat kebudayaan Jawa.

Di Kraton Surakarta Hadiningrat kirab malam satu Suro dipimpin oleh Kebo Bule Kyai Slamet sebagai Cucuking Lampah. Kebo Bule merupakan hewan kesayangan Susuhunan yang dianggap keramat.

Baca Juga: Menyambut Bulan Muharram: Ini Amalan Sunah yang Dianjurkan di Malam Tahun Baru Islam 1 Muharram

Di belakang Kebo Bule barisan berikutnya adalah para putra Sentana Dalem (kerabat keraton) yang membawa pusaka, kemudian diikuti masyarakat Solo dan sekitarnya seperti Karanganyar, Boyolali, Sragen dan Wonogiri.

Sementara itu di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat memperingati malam satu Suro dengan cara mengarak benda pusaka mengelilingi benteng kraton yang diikuti oleh ribuan warga Yogyakarta dan sekitarnya.

Selama melakukan ritual mubeng beteng tidak diperkenankan untuk berbicara seperti halnya orang sedang bertapa. Inilah yang dikenal dengan istilah tapa mbisu mubeng beteng.***

Editor: Abdul Rosyid


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah