Network
PORTAL PATI - Malam 1 Suro, penanda awal bulan Suro dalam kalender Jawa, bukan sekadar pergantian bulan biasa.
Bagi masyarakat Jawa, malam ini sarat makna spiritual dan tradisi yang telah diwariskan turun-temurun.
Baca Juga: Mitos-Mitos Malam 1 Suro: Antara Tradisi dan Kepercayaan
Menelusuri Jejak Sejarah
Malam 1 Suro bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Islam. Perpaduan budaya Hindu-Jawa dan Islam ini melahirkan tradisi unik yang tak terpisahkan dari identitas Jawa.
Penanggalan Jawa diciptakan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo pada tahun 1633. Beliau memilih bulan Suro sebagai awal tahun karena dianggap sebagai bulan yang penuh dengan kesakralan dan makna spiritual.
Tradisi yang Menandai Pergantian Tahun
Di berbagai daerah di Jawa, Malam 1 Suro diwarnai dengan berbagai tradisi dan ritual. Keraton Yogyakarta dan Surakarta, misalnya, memiliki tradisi kirab ke Alun-alun untuk menyambut bulan Suro.
Masyarakat Jawa juga melakukan berbagai ritual penyucian diri, seperti mandi dengan air kembang tujuh warna atau mengunjungi tempat-tempat keramat.
Tradisi lainnya yang tak kalah populer adalah memandikan pusaka dan menggelar kenduri ruwatan. Ritual ini bertujuan untuk membersihkan diri dari aura negatif dan memohon keselamatan serta keberuntungan di tahun yang baru.
Makna Spiritual di Balik Tradisi
Malam 1 Suro bukan hanya tentang perayaan dan tradisi, tetapi juga tentang refleksi diri dan spiritualitas. Dipercaya bahwa pada malam ini, pintu gerbang antara alam manusia dan alam gaib terbuka lebar, sehingga menjadi momen yang tepat untuk melakukan introspeksi dan memohon bimbingan spiritual.
Bagi sebagian masyarakat Jawa, Malam 1 Suro juga merupakan waktu untuk mengenang leluhur dan mendoakan mereka.
