Sejarah Peringatan Hari Santri Nasional 22 Oktober, Revolusi Jihad NU

- 12 Oktober 2023, 10:33 WIB
Desain poster hari santri nasional 22 Oktober 2023 paling unik dan estetik untuk memperingati hari santri.
Desain poster hari santri nasional 22 Oktober 2023 paling unik dan estetik untuk memperingati hari santri. /tangkap layar

Portal Pati - Sejarah Peringatan Hari Santri Nasional 22 Oktober, Revolusi Jihad NU.

Hari Santri Nasional diperingati setiap tanggal 22 Oktober.

Penetapan oleh Presiden Jokowi ini dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015 pada 15 Oktober 2015 yang merupakan supremasi perjuangan para santri dan ulama pesantren dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, perjuangan bangsa Indonesia masih belum berakhir.

Baca Juga: Peringati Hari Santri Nasional 22 Oktober 2023, Ini Profil KH Hasyim Asy'ari, Tokoh Pahlawan dan Pendiri NU

Pada saat itu NICA (Netherlands Indies Civil Administration) membonceng tentara Sekutu (Inggris) ketika hendak kembali menduduki Indonesia dalam Agresi Militer Belanda II pasca kekalahan Jepang oleh Sekutu.

Namun demikian, ulama pesantren sudah menyiapkan jauh-jauh hari kalau-kalau terjadi perang senjata saat Jepang menyerah kepada Sekutu.

Saat Jepang kalah perang dengan tentara sekutu. Mereka berusaha mempertahankan kekuatan perangnya dengan melatih para pemuda (saantri) Indonesia guna berperang melawan sekutu.

Karena sudah mempunyai kesepakatan diplomatik dengan KH Muhammad Hasyim Asy’ari sebagai Ketua Jawatan Agama (Shumubu) yang diwakilkan kepada anaknya KH Abdul Wahid Hasyim, Nippon menyampaikan gagasannya itu kepada Kiai Hasyim, sebagaimana dikutip dari laman NuOnline.

Baca Juga: Download Bocoran Soal PPPK Teknis 2023 dan Kunci Jawaban, Mudah dan Lengkap

Setelah melalui berbagai pertimbangan, Kiai Hasyim menyetujui langkah Jepang tersebut dengan syarat para pemuda yang dilatih militer itu berdiri sendiri tidak masuk dalam barisan Jepang.

Itulah awal terbentuknya laskar yang diberi nama oleh Kiai Hasyim sebagai Laskar Hizbullah.

Beberapa orang memandang bahwa keputusan Kiai Hasyim merupakan simbol ketundukan kepada Jepang karena menyetujui para santri dilatih militer oleh Jepang.

Namun di balik semua itu, guru para kiai di tanah Jawa ini ingin mempersiapkan para pemuda secara militer melawan agresi penjajah ke depannya.

Betul saja apa yang ada di dalam pikiran Kiai Hasyim, Jepang menyerah kepada sekutu. Namun Indonesia menghadapi agresi Belanda II. Di saat itulah para pemuda Indonesia melalui Laskar Hizbullah, dan lain-lain sudah siap menghadapi perang dengan tentara sekutu dengan bekal gemblengan ‘gratis’ oleh tentara Jepang.

Baca Juga: Download Bocoran Soal PPPK Teknis 2023 dan Kunci Jawaban, Mudah dan Lengkap

KH Saifuddin Zuhri dalam Berangkat dari Pesantren (2013) mencatat, saat itu Angkatan pertama latihan Hizbullah di daerah Cibarusa, dekat Cibinong, Bogor awal tahun 1944 diikuti oleh 150 pemuda. Mereka datang dari Karesidenan di seluruh Jawa dan Madura yang masing-masing mengirim 5 orang pemuda.

Pada saat itu latihan Hizbullah diselenggarakan secara minim sekali. Kondisi ini menjadi perhatian serius KH Wahid Hasyim sebagai penanggung jawab politik dalam Laskar Hizbullah.

Meskipun waktunya sangat minim, ayah dari KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini tidak mau ketinggalan. Walau bagaimana pun, perjuangan kemerdekaan harus dipersiapkan, baik kekuatan militernya, di samping kekuatan politiknya.

Pertempuran mencapai puncaknya di Surabaya pada 10 November 1945 yang saat ini diresmikan menjadi Hari Pahlawan Nasional.

Baca Juga: Contoh Pidato Hari Santri Terbaru 2023 Cocok Dipakai Acara Lomba Hingga Peringatan Hari Santri Nasional 2023

Momen tersebut tidak terlepas dari pencetusan Fatwa Resolusi Jihad NU oleh KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945.

Resolusi Jihad Kiai Hasyim Asy’ari menggerakkan seluruh elemen bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan dari Agresi Militer Belanda kedua yang membonceng Sekutu.

Sebelumnya, pada 19 September 1945 banyak orang rela mati dalam peristiwa penyobekan bagian biru dari bendera Belanda di Hotel Yamato Surabaya.

Sebelum datang Brigade 49 Divisi India Tentara Inggris pimpinan Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby, kalangan santri merasa tentara asing akan datang dan perang tak bisa dihindarkan. Di Surabaya yang panas pada akhir Oktober 1945, para kiai pun berkumpul.

Martin van Bruinessen dalam NU: Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru (1994) mencatat, pada tanggal 21 dan 22 Oktober 1945, wakil-wakil cabang NU di seluruh Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya dan menyatakan perjuangan kemerdekaan sebagai jihad (perang suci).

Baca Juga: Download Bocoran Soal PPPK Teknis 2023 dan Kunci Jawaban, Mudah dan Lengkap

Dalam pertemuan itu lahirlah Resolusi Jihad NU 22 Oktober yang menjadi dasar penetapan Hari Santri. Resolusi Jihad punya dampak besar di Jawa Timur.

Pada hari-hari berikutnya, ia menjadi pendorong keterlibatan santri dan jamaah NU untuk ikut serta dalam pertempuran 10 November 1945.

KH Saifuddin Zuhri dalam Guruku Orang-orang dari Pesantren (2001) menjelaskan bahwa hampir bersamaan ketika terjadi perlawanan dahsyat dari laskar santri dan rakyat Indonesia di Surabaya pada 10 November 1945, rakyat Semarang mengadakan perlawanan yang sama ketika tentara Sekutu juga mendarat di ibu kota Jawa Tengah itu.

Dari peperangan tersebut, lahirlah pertempuran di daerah Jatingaleh, Gombel, dan Ambarawa antara rakyat Indonesia melawan Sekutu. Kabar pecahnya peperangan di sejumlah daerah tersebut juga tersiar ke daerah Parakan.

Dengat niat jihad fi sabilillah untuk memperoleh kemerdekaan dan menghentikan ketidakperikemanusiaan penjajah, Laskar Hizbullah dan Sabilillah Parakan ikut bergabung bersama pasukan lain dari seluruh daerah Kedu.

Baca Juga: Download Bocoran Soal PPPK Teknis 2023 dan Kunci Jawaban, Mudah dan Lengkap

Setelah berhasil bergabung dengan ribuan tentara lain, mereka berangkat ke medan pertempuran di Surabaya, Semarang, dan Ambarawa.

Namun sebelum berangkat, mereka terlebih dahulu mampir ke Kawedanan Parakan guna mengisi dan memperkuat diri oleh berbagai macam ilmu kekebalan dari seorang ulama tersohor di daerah Parakan, Kiai Haji Subchi.

Didorong semangat jihad yang digelorakan oleh Kiai Hasyim Asy’ari melalui Resolusi Jihad NU serta kesadaran agar terlepas dari belenggu penjajahan untuk masa depan anak-anak dan cucu-cucu di Indonesia, Kiai Subchi memberikan bekal berupa doa kepada barisan Hizbullah dan Sabilillah.

Ulama NU menegaskan bahwa umat dan ulama di banyak tempat punya hasrat besar untuk menegakkan agama Islam dan mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia.

Niat itu tertuang dalam pertimbangan Resolusi Jihad bahwa, “mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia menurut hukum Agama Islam, termasuk sebagai satu kewadjiban bagi tiap2 orang Islam.” (Lihat Abdul Mun’im DZ, Piagam Perjuangan Kebangsaan, 2011) Resolusi Jihad tersebut juga menegaskan, “memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaja menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sebadan terhadap usaha-usaha jang akan membahayakan Kemerdekaan dan Agama dan Negara Indonesia, terutama terhadap fihak Belanda dan kaki-tangannya.”

Baca Juga: Download Latihan Soal Tes PPPK ASN 2023 Disertai Kunci Jawaban, Solusi Belajar Peserta CASN 2023

Sejak lama, bagi NU dan ulama pesantren segala bentuk penjajahan harus dilawan karena baik Belanda maupun Jepang telah berbuat kezaliman kepada rakyat Indonesia.

Setelah pertempuran 10 November 1945 berlalu, Resolusi Jihad NU terus digelorakan.

Dalam Muktamar ke-16 Nahdlatul Ulama pada 26-29 Maret 1946 di Purwokerto, Jawa Tengah seperti disebut dalam buku Jihad Membela Nusantara: Nahdlatul Ulama Menghadapi Islam Radikal dan Neo-Liberalisme (2007), KH Hasyim Asy'ari kembali menggelorakan semangat jihad di hadapan para peserta muktamar (muktamirin).

“Tidak akan tercapai kemuliaan Islam dan kebangkitan syariatnya di dalam negeri-negeri jajahan,” kata Kiai Hasyim Asy’ari. Demikian jelas bahwa syarat tegaknya syariat Islam adalah kemerdekaan dari penjajah asing.

Keberadaan penjajah dianggap Kiai Hasyim Asy’ari akan menyulitkan penegakan syariat Islam.

Perjuangan ini merupakan kristalisasi dan wujud hubbul wathon minal iman (cinta tanah air bagian dari iman) yang juga dicetuskan Kiai Hasyim Asy’ari.***

Editor: Uswatun Khasanah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah