Muhammadiyah Bakal Luncurkan 'KHGT' Kalender Hijriah Global Tunggal Mulai Tahun Baru 1446 H, Apa Itu KHGT?

- 27 Juni 2024, 09:07 WIB
Muhammadiyah akan meluncurkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) dengan momentum Awal Muharram 1446 H sebagai waktu peluncuran. (Foto: Pixabay/Darkmoon_Art)
Muhammadiyah akan meluncurkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) dengan momentum Awal Muharram 1446 H sebagai waktu peluncuran. (Foto: Pixabay/Darkmoon_Art) /

KHGT juga terutama diperlukan untuk menyatukan jatuhnya hari-hari ibadah umat Islam, terutama satu ibadah yang lintas kawasan. Maksudnya pelaksanaannya di suatu tempat sementara waktunya tergantung kepada peristiwa di lain tempat, yaitu ibadah puasa sunat Arafah yang bagi kita sering jatuh tidak bersamaan dengan hari wukuf di Arafah karena sistem kalender yang berbeda.

Muhammadiyah telah berketetapan untuk menerapkan KHGT. Dalam Muktamar Ke-47 tahun 2015 di Makassar, diputuskan bahwa Muhammadiyah memandang perlu untuk adanya upaya penyatuan kalender hijriyah yang berlaku secara internasional sehingga dapat memberikan kepastian [Lamp. IV Isu-isu Keumatan A.6].

Kemudian ditegaskan ulang dalam Risalah Islam Berkemajuan bahwa di antara peran internasional yang dijalankan adalah melakukan perbaikan sistem waktu Islam secara internasional melalui upaya pemberlakuan kalender Islam global unifikatif dalam rangka menyatukan jatuhnya hari-hari ibadah Islam, terutama yang waktu pelaksanaannya terkait lintas kawasan [Bab IV. 4. Perkhidmatan Global].

KHGT Sudah Disiapkan hingga 100 Tahun ke Depan

Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Muhammadiyah telah menyiapkan KHGT 100 tahun hijriah ke depan (1444-1543 H / 2022-2119 M). Parameter KHGT ini mengadopsi parameter yang disepakati dalam Kongres Internasional Penyatuan Kalender Hijriah (Uluslararasi Hijrî Takvim Birliği Kongresi) yang diselenggarakan di Istanbul, Turki, 28-30 Mei 2016.

Parameter KHGT Istanbul 2016 ini adalah sebagai berikut.
Seluruh muka bumi adalah satu matkak;
Bulan baru dimulai apabila terjadi imkanu rukyat dengan ketinggian 5° dan elongasi 8° (IR 5+8) di suatu tempat mana pun di muka bumi sebelum pukul 00:00 UTC (GMT); dan
Walaupun IR 5+8 terjadi setelah lewat pukul 00:00 UTC (GMT), bulan baru juga tetap dapat dimulai pada hari itu dengan ketentuan (a) IR 5+8 tersebut mencapai daratan benua Amerika, dan (b) ijtimak di zona waktu timur bumi terjadi sebelum fajar.

“Alasan MTT mengapa mengadopsi parameter ini untuk KHGT adalah karena parameter Istanbul 2016 ini merupakan kesepakatan internasional umat Islam yang dihadiri oleh ulama syariah dan ahli astronomi dari hampir 60 negara, sehingga memiliki legitimasi yang besar. Kalau dibuat kriteria sendiri yang lain, tentu tidak mudah mendapatkan kesepakatan global dan karena itu tidak memiliki legitimasi yang besar seperti parameter Istanbul ini,” jelasnya.

Perlu pula dipahami bahwa ada pendapat tokoh yang mengatakan bahwa kenapa alih-alih penyatuan global padahal persatuan dalam negeri yang ada di bawah batang hidung belum terlaksana. Mestinya satukan dulu secara internal dalam negeri, baru melakukan penyatuan kalender internasional.

Menurut Syamsul, sifat penyatuan kalender Islam itu bukan berdasarkan pendekatan bertahap dari lokal lebih dahulu, kemudian regional, baru kemudian penyatuan global. Justru pendekatan semacam ini akan menimbulkan masalah.

“Apabila dibuat suatu kalender lokal dan disepakati semua lalu dipraktikkan, kemudian setelah itu diubah untuk dilakukan penyatuan secara regional, dan kemudian global, hal ini akan lebih problematik dan tidak produktif. Karena mengubah apa yag sudah mapan tidak akan mudah dilakukan,” paparnya.

Alternatif yang Disarankan untuk Menerapkan KHGT

Pertama, melakukan penyatuan lokal dengan menerima kalender lokal misalnya kalender dengan kriteria 2 derajat atau 3 + 6,4 atau kriteria lainnya. Bilamana diandaikan semua menerima kalender ini, maka semua muslim di Indonesia akan bersatu. Namun, tidak dapat mengajak masyarakat dunia lainnya untuk menerima kalender tersebut karena kalender itu lokal dan hanya dapat diterapkan di Indonesia dan tidak mungkin diterapkan di tempat lain oleh masyarakat Muslim di tempat tersebut. Muslim Indonesia juga akan terus menghadapi perbedaan jatuhnya hari Arafah.

Halaman:

Editor: Abdul Rosyid


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah