Bu Prani adalah seorang guru BK yang suaminya mengalami gangguan mental bipolar setelah kegagalan bisnis di masa pandemi. Melawan badai ekonomi, semua anggota keluarga bu Prani turun tangan untuk mencari pundi-pundi.
Anak perempuan Bu Prani, Tita, kini membuka bisnis thrift shopping sementara anak laki-lakinya, Muklas, mencoba peruntungan sebagai influencer. Bu Prani sendiri mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki ekonomi mereka ketika beliau dicalonkan untuk menjadi wakil kepala sekolah di tempatnya mengajar.
Tanpa diragukan, Bu Prani adalah calon kuat untuk mengisi kursi itu. Nahas, sebuah kesalah-pahaman yang memancing amarah Bu Prani direkam dan disebarluaskan sehingga pihak yayasan, orang tua murid, dan sekolah meragukan kepantasan Bu Prani untuk mengisi posisi ini.
Ada yang mendukung, ada pula yang mengutuk. Tidak ada yang menyangka, video sesingkat 20 detik bisa jadi akar masalah panjang yang mempengaruhi hidup Bu Prani sekeluarga.
Film Budi Pekerti Kemas Kritik dengan Apik
Menonton film Budi Pekerti bukan hanya jadi sebuah hiburan untuk melepas penat. Film ini menggambarkan isu tentang media sosial, hal yang sangat dekat dengan siapa pun di masa kini, dari berbagai sudut pandang.
Budi Pekerti menggambarkan semudah apa orang percaya dengan apa yang dilihat di layar kaca, semudah apa beberapa pihak menggiring opini, sehingga semenyeramkan apa efek yang ditimbulkan dari asumsi buta yang muncul dari penilaian satu arah di media sosial.
Film ini punya unsur kritik yang kuat, membuatnya film yang bisa membuat penontonnya berefleksi dan berpikir lebih baik sebelum bertindak.