Pisau Jatuh saat Menyembelih Hewan Kurban, Bagaimana Hukumnya?

- 14 Juni 2024, 01:52 WIB
Tata Cara Menyembelih Hewan Kurban yang Benar Sesuai Kaidah Islam
Tata Cara Menyembelih Hewan Kurban yang Benar Sesuai Kaidah Islam /Pexels.com / MD ARIF/

قوله: (ويكون قطع ما ذكر) أي من الحلقوم والمريء. وقوله: (دفعة واحدة لا في دفعتين) أي إذا لم توجد الحياة المستقرة عند الدفعة الثانية، أما إذا وجدت الحياة المستقرة عند الدفعة الثانية فيحل المذبوح حينئذ. ومثل الدفعة الثانية غيرها كالثالثة، فالشرط وجود الحياة المستقرة في ابتداء الوضع آخر مرة، ومحل ذلك عند طول الفصل، وإلا فلو رفع السكين وأعادها فورًا أو ألقاها لكونها كالة وأخذ غيرها فورًا أو سقطت منه وأخذ غيرها حالًا أو قبلها وقطع بها ما بقي حل المذبوح وإن لم توجد الحياة المستقرة المرة الأخيرة لأن جميع المرات عند عدم طول الفصل كالمرة الواحدة.

Artinya: "Dan harus memotong yang telah disebutkan (yaitu al-hulqum, saluran pernafasan dan al-mari', saluran makanan) dengan sekali potong, bukan dua kali potong. Maksudnya, jika tidak ada kehidupan yang stabil (al-hayat al-mustaqirrah) pada potongan kedua, namun jika ada kehidupan yang stabil pada potongan kedua, maka hewan yang disembelih menjadi halal. Begitu juga potongan ketiga dan seterusnya, syaratnya adalah adanya kehidupan yang stabil pada awal potongan terakhir, dan hal ini berlaku jika ada jeda yang panjang antara potongan-potongan tersebut. Tetapi jika pisau diangkat dan digunakan kembali segera, atau dilempar karena tumpul dan mengambil pisau yang lain dengan segera, atau jatuh dan mengambil pisau yang lain dengan segera, atau diangkat dan digunakan untuk memotong sisa yang ada, maka hewan yang disembelih menjadi halal meskipun tidak ada kehidupan yang stabil pada potongan terakhir, karena semua potongan dianggap satu kali jika tidak ada jeda yang panjang." (Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri Ala Ibnu Qasim [Jeddah, Darul Minhaj: 2016] juz IV halaman 323).

 

Senada dengan penjelasan Syekh Ibrahim Al-Bajuri di atas, Imam al-Bujairimi menegaskan:

وَلَا يَضُرُّ رَفْعُ السِّكِّينِ وَإِعَادَتُهَا فَوْرًا وَلَا قَلْبُهَا لِيَأْخُذَ عَلَيْهَا مَا بَقِيَ مِنْ الْحُلْقُومِ وَالْمَرِيءِ وَلَا إلْقَاؤُهَا لِيَأْخُذَ غَيْرَهَا وَلَا يُشْتَرَطُ فِيمَا ذُكِرَ حَيَاةٌ مُسْتَقِرَّةٌ وَإِنَّمَا يُشْتَرَطُ قِصَرُ الْفَصْلِ عُرْفًا اهـ

Artinya: "Dan tidak mengapa mengangkat pisau dan mengembalikannya segera, atau membaliknya untuk memotong yang tersisa dari tenggorokan (al-hulqum) dan kerongkongan (al-mari'), atau melemparkannya untuk mengambil pisau lain. Tidak disyaratkan adanya kehidupan yang stabil (al-hayat al-mustaqirrah) dalam hal-hal yang telah disebutkan, tetapi yang disyaratkan adalah singkatnya jeda waktu menurut kebiasaan." (Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyah Bujairimi alal Khatib, [Beirut, Darul Fikr: t.t], juz IV, halaman 295).

Dengan demikian, pada dasarnya menyembelih hewan agar dagingnya halal dimakan adalah dengan satu kali pemotongan. Dua kali pemotongan diperbolehkan dan dagingnya dihukumi halal dengan syarat jeda diantara keduanya tidak lama menurut kebiasaan. Jika menurut kebiasaan terdapat jeda yang lama antara potongan pertama dengan potongan berikutnya maka disyaratkan hewan yang disembelih dalam keadaan stabil (al-hayah al-mustaqirrah).

Penjelasan ini masih menyisakan pertanyaan, yakni apa yang dimaksud keadaan stabil al-hayat al-mustaqirrah?

Mengenai maksud dari al-hayat al-mustaqirrah, Imam Taqiyuddin al-Hishni dalam kitabnya mengatakan bahwa al-hayat al-mustaqirrah adalah keadaan di mana hewan masih dapat bertahan hidup selama satu atau dua hari. 

Adapun tandanya hewan yang disembelih dalam keadaan al-hayat al-mustaqirrah adalah gerakan yang kuat, darahnya memancar, dan aliran darah yang deras setelah penyembelihan. Ditegaskan bahwa gerakan yang kuat saja sudah cukup sebagai tandanya hewan tersebut dalam keadaan al-hayat al-mustaqirrah.(Taqiyuddin al-Hishni, Kifayatul Akyar, [Beirut, Darkutub Al-Ilmiyah: 2021], halaman 517). 

Halaman:

Editor: Abdul Rosyid


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah