Pada kitab tersebut, ia menerangkan bersenang-senang dengan keindahan hidup seperti makan, minum, dan membersihkan diri diperbolehkan.
Kegiatan itu diperbolehkan selama masih selaras dengan syariat, tidak mengandung unsur kemaksiatan, tidak merusak kehormatan, dan bukan berangkat dari akidah yang rusak.
Sementara Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki dalam kitab Mafahim Yajibu an Tushahihah menyebut peringatan tahun baru bagian dari tradisi yang tidak terdapat korelasinya dengan agama.
Sehingga tidak bisa dikategorikan sebagai sesuatu yang disyariatkan ataupun disunahkan.
Dengan begitu, perayaan tahun baru Islam sah-sah saja dilakukan asalkan tidak mendatangkan mudharat, merusak, merugikan, mendatangkan penyakit, permusuhan, hingga merusak hubungan sosial.
Tahun baru Islam boleh dirayakan dengan meriah selama bertujuan untuk syiar Islam dan bergembira dengan syiar Islam.
Perayaan tahun baru Islam yang dilarang adalah kegiatan-kegiatan yang mengarah pada kemaksiatan, berhura-hura, bahkan berbuat dosa.
Maka dari itu, rayakanlah tahun baru Islam dengan hal-hal baik yang membawa manfaat.
Selama dilakukan tidak dengan kemaksiatan, tidak berhura-hura, tidak berbuat dosa adalah boleh.
Contohnya, pada malam tahun baru Hijriyah 1446 H, jamaah masjid Al-Barkah, RT 11/08 Lebak Sari, Kelurahan Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jaksel, yang merupakan masjid lingkungan domisili penulis sendiri, tadi malam mengadakan pawai tahun baru Islam.