Ramai Gunakan Slogan ‘From the River to the Sea, Palestine Will Be Free’ untuk Dukung Palestina, Apa Artinya?

7 November 2023, 10:40 WIB
Apa Makna Slogan "From The River to The Sea" Pro Palestina yang Trending di Media Sosial? Ini Artinya /

Portal Pati - Ramai Gunakan Slogan ‘From River to the Sea, Palestine Will Be Free’ untuk Dukung Palestina, Apa Artinya?.

Trending tagar tentang Palestina akhir-akhir ini menghiasi berbagai media sosial. Beberapa di antaranya terdapat postingan-postingan yang menyerukan pembelaan HAM dan dukungan terhadap rakyat Palestina dari serangan tentara Israel.

Dalam aksi solidaritas untuk Palestina di seluruh dunia, bergema slogan 'from the river to the sea, Palestine will be free' atau 'dari sungai hingga laut, Palestina akan merdeka'. Selama beberapa dekade, slogan tersebut sudah beredar di kalangan warga Palestina dan aktivis pro-Palestina.

Baca Juga: Disebutkan dalam Al Qur'an: Tanah Palestina Diharamkan untuk Bani Israil

Slogan ini mengacu pada pembebasan wilayah yang berlokasi di antara sungai Yordan dan Laut Mediterania di wilayah bersejarah Palestina. Namun banyak pula warga Israel dan pendukung Israel mengklaim bahwa secara efektif slogan tersebut menyerukan genosida dan menyiratkan kehancuran Israel.

Pada pertengahan Oktober, polisi di Wina menetapkan larangan terhadap protes pro-Palestina atas dasar slogan tersebut. Polisi mengklaim slogan tersebut merupakan seruan untuk menjalankan kekerasan.

Sementara Polisi Metropolitan London menyebutkan, mereka tidak akan melakukan penangkapan terhadap pengunjuk rasa yang meneriakkan slogan tersebut pada protes pro-Palestina pada akhir pekan lalu. Namun, menteri dalam negeri Inggris secara terbuka telah menyatakan, polisi harus turun tangan, sebab slogan tersebut merupakan sebuah ekspresi dari keinginan yang kuat untuk menghapus Israel dari dunia.

Baca Juga: Ini Kisah Palestina yang Banyak Diceritakan dalam Al-Qur'an

Asal-usul Slogan “From River to The Sea, Palestine Will Be Free”

Kalimat “from river to the sea, Palestine will be free” bermula dari perdebatan awal mengenai pembagian wilayah pada tahun 1940-an. Middle East Eye melaporkan, ketika Kerajaan Inggris mengakhiri mandatnya untuk menguasai Palestina, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang pada saat itu baru terbentuk memberi usul untuk membagi wilayah tersebut menjadi negara Yahudi dan Palestina.

Rencana ini akan membuat 62 persen wilayah tersebut berada di bawah kendali Israel, sehingga para pemimpin Arab dengan keras menolaknya. Setelah penarikan mundur Inggris, perang pun pecah, yang mengakibatkan lebih dari 700.000 warga Palestina terusir dari rumah mereka dalam peristiwa yang dikenal sebagai Nakba, atau "malapetaka".

Baca Juga: Benarkah Jika Palestina Merdeka, Maka Tanda Kiamat Semakin Dekat? Ini Penjelasanya

Setelah perang, Negara Israel pun dideklarasikan, sementara Tepi Barat tetap berada di bawah kendali Yordania dan Mesir menguasai Jalur Gaza. Setelah perang 1967 usai, wilayah-wilayah ini akan berada di bawah pendudukan Israel. Sejak Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) didirikan oleh para diaspora Palestina pada tahun 1964, posisi kebangsaan Palestina dan Israel sudah berulang kali berubah.

Hingga pada tahun 1988, posisi resmi PLO yaitu menyerukan pembentukan satu negara di Palestina yang akan mencakup semua wilayah bersejarahnya. Dalam piagam tahun 1964, PLO menyebutkan bahwa negara ini akan menjadi "tanah air Arab yang terikat oleh ikatan nasional yang kuat dengan negara-negara Arab lainnya dan yang bersama-sama membentuk tanah air Arab yang besar". Piagam tersebut juga mengecam Zionisme sebagai "gerakan kolonialis".

Piagam tersebut juga mengungkapkan bahwa "orang-orang Yahudi asal Palestina dianggap sebagai orang Palestina jika mereka bersedia untuk hidup secara damai dan setia di Palestina."

***

Editor: Uswatun Khasanah

Tags

Terkini

Terpopuler