Apa itu Kupatan? Ini Arti dan Makna Tradisi Lebaran Ketupat dalam Pandang Islam

- 16 April 2024, 10:12 WIB
Inilah Makna yang Terkandung dalam Kupat dan Lepet yang Disedikan dalam Tradisi Kupatan di Ponorogo*
Inilah Makna yang Terkandung dalam Kupat dan Lepet yang Disedikan dalam Tradisi Kupatan di Ponorogo* /Kontributor Pikiran Rakyat/Kholid/

Portal Pati - Sepekan usai Idul Fitri, masyarakat Jawa biasanya memiliki tradisi untuk merayakan Lebaran Ketupat. Namun hari raya ini bukan bagian dari ajaran Islam.

Lantas bagaimana Islam memandang tradisi masyarakat terkait Lebaran Ketupat ini?

Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim, KH Ma'ruf Khozin menjelaskan, Lebaran Ketupat merupakan tradisi yang biasa dirayakan masyarakat Jawa dan tidak tercantum dalam Al Quran. Juga tidak dirayakan oleh Nabi besar Muhammad SAW.

Baca Juga: Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat Setiap Hari Ke-7 Setelah Puasa Syawal

"Lebaran Ketupat bagi sebagian orang dimaknai sebagai hari raya untuk orang yang menjalankan puasa di bulan Syawal," ujarnya

Perayaan ini, kata dia, dianggap harus dilakukan sebagai bentuk apresiasi bagi umat muslim yang menjalankan puasa Syawal, setelah sebelumnya berpuasa selama satu bulan saat Ramadhan.

Sesuai namanya, dalam tradisi ini masyarakat akan menghidangkan ketupat, yang merupakan makanan berbahan dasar beras yang dibungkus anyaman daun kelapa muda (janur).

Baca Juga: 25 Contoh Ucapan Hari Seni Sedunia 2024 untuk Caption Media Sosial Hari Ini 15 April

"Perayaan Ketupat bukan tambahan ibadah, tidak ada unsur-unsur ibadah sama sekali. Tidak ada takbiran, tidak ada bentuk shalat, dan lainnya. Namun, hanya sekadar bentuk menghantar sedekah makanan berbentuk ketupat," jelasnya.

Secara filosofis Lebaran Ketupat dimaknai sebagai penebusan dosa. Seperti bentuk anyaman ketupat yang memiliki pola cukup rumit, yang digambarkan sebagai dosa dan kesalahan manusia yang harus ditebus.

"Penebusan dosa ini dilakukan melalui silaturahmi dan saling memaafkan antar manusia," ujarnya.

Peringatan hari besar dalam Islam

Ma'ruf Khozin menyebutkan, terdapat dua hukum yang melekat dalam memperingati hari raya kaitannya dengan Islam. Pertama, seperti Idul Fitri dan Idul Adha yang dijelaskan dalam agama.

"Kedua, tidak dijelaskan dalam agama seperti hijrah, Isra’ dan Mi’raj, serta Maulid Nabi," jelasnya.

Adapun perayaan yang dijelaskan dalam ajaran Islam hukumnya disyariatkan. Dengan syarat dilakukan sesuai perintah-Nya.

Sementara perayaan yang tidak dijelaskan dalam ajaran Islam memiliki dua pendapat. Pendapat pertama melarang karena bid'ah, dan pendapat kedua membolehkan karena tidak ada dalil yang melarangnya.

"Kesimpulannya, apapun bentuk perayaan yang baik adalah tidak apa-apa, selama tujuannya sesuai dengan syariat dan rangkaian acaranya masih dalam koridor Islam," ungkapnya.

Artinya sebuah peringatan hari besar boleh disebut sebagai perayaan. Sebab, penilaian yang dilakukan lebih menitikberatkan pada subtansi, bukan nama.

"Sekali lagi, Hari Raya Ketupat hanya sekadar bersilaturahmi ke tetangga dan kerabat dengan menyuguhkan makanan khas ketupat, yang inikmati bersama setelah puasa sunah 6 hari bulan Syawal," jelasnya.

Menurutnya, merayakan Lebaran Ketupat termasuk melaksanakan perintah Nabi Muhammad SAW, seperti yang dijelaskan dalam hadits.

“Jika kamu memasak kuah maka perbanyak airnya, lalu perhatikan keluarga tetanggamu. Kemudian beri bagian kepada mereka dengan baik.” (HR Muslim dari Abu Dzar).

***

Editor: Abdul Rosyid


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah