Akan tetapi, legenda mengenai perempuan bahu laweyan ini tidak terlepas dari kisah Pakubuwono II, yang merupakan Raja Keraton Hadiningrat.
Dikisahkan pada tahun 1800-an, Pakubuwono II, meminta seorang saudagar perempuan yang juga merupakan seorang perajin batik dari Laweyan untuk meminjamkannya kuda guna berperang.
Kemudian, raja mengajak saudagar perempuan tersebut untuk tinggal di kawasan kerajaan.
Akan tetapi saudagar perempuan itu menolak permintaan raja. Hal ini menyebabkan raja murka.
Kemarahan raja pada perempuan saudagar itu berdampak juga pada seluruh perempuan di kawasan laweyan.
Pada saat itu, raja berkata bahwa seluruh perempuan di laweyan akan merasakan siksaan lahir dan batin.
Jika perempuan di Laweyan menikah, pernikahan mereka tidak akan bertahan lama karena suami-suami mereka akan meninggal dunia.
Konon katanya, untuk memutuskan kutukan tersebut pada perempuan bahu laweyan harus menikah hingga 7 kali.
Dalam cerita lainnya disebutkan bahwa pada perempuan dengan bahu laweyan dibelenggu oleh genderuwo.
Sebagaimana dijelaskan di Serat Witaradya bahwa terdapat genderuwo yang membelenggu Dewi Citrasari.