Secara filosofis Lebaran Ketupat dimaknai sebagai penebusan dosa. Seperti bentuk anyaman ketupat yang memiliki pola cukup rumit, yang digambarkan sebagai dosa dan kesalahan manusia yang harus ditebus.
"Penebusan dosa ini dilakukan melalui silaturahmi dan saling memaafkan antar manusia," ujarnya.
Peringatan hari besar dalam Islam
Ma'ruf Khozin menyebutkan, terdapat dua hukum yang melekat dalam memperingati hari raya kaitannya dengan Islam. Pertama, seperti Idul Fitri dan Idul Adha yang dijelaskan dalam agama.
"Kedua, tidak dijelaskan dalam agama seperti hijrah, Isra’ dan Mi’raj, serta Maulid Nabi," jelasnya.
Adapun perayaan yang dijelaskan dalam ajaran Islam hukumnya disyariatkan. Dengan syarat dilakukan sesuai perintah-Nya.
Sementara perayaan yang tidak dijelaskan dalam ajaran Islam memiliki dua pendapat. Pendapat pertama melarang karena bid'ah, dan pendapat kedua membolehkan karena tidak ada dalil yang melarangnya.
"Kesimpulannya, apapun bentuk perayaan yang baik adalah tidak apa-apa, selama tujuannya sesuai dengan syariat dan rangkaian acaranya masih dalam koridor Islam," ungkapnya.
Artinya sebuah peringatan hari besar boleh disebut sebagai perayaan. Sebab, penilaian yang dilakukan lebih menitikberatkan pada subtansi, bukan nama.
"Sekali lagi, Hari Raya Ketupat hanya sekadar bersilaturahmi ke tetangga dan kerabat dengan menyuguhkan makanan khas ketupat, yang inikmati bersama setelah puasa sunah 6 hari bulan Syawal," jelasnya.
Menurutnya, merayakan Lebaran Ketupat termasuk melaksanakan perintah Nabi Muhammad SAW, seperti yang dijelaskan dalam hadits.