Portal Pati - Berikut penjelasan mengenai apakah masturbasi (onani) disaat bulan Ramadhan dapat membatalkan puasa baik dilakukan di siang hari atau malam.
Di saat berpuasa, kewajiban umat muslim tidak hanya menahan lapar dan haus saja, akan tetapi juga menahan emosi dan hawa nafsu.
Lantas, Bagaimana seseorang yang melakukan masturbasi hingga mengeluarkan air mani saat puasa?
Perlu diketahui bahwa masturbasi hingga ejakulasi (istimna’) dengan bantuan tangan sendiri atau dengan bantuan alat hukumnya haram atas laki-laki dan wanita, baik sedang berpuasa atau tidak.
Demikian pula halnya istimna’ (masturbasi) yang dilakukan dengan bantuan tangan/anggota tubuh lainnya baik itu dari istri atau wanita lainnya.
Baik itu dengan cara bercumbu, berpelukan dan lain sebgainya, dengan maksud mencapai ejakulasi untuk memuaskan syahwat saat sedang berpuasa hukumnya haram, karena hal ini termasuk mengumbar nafsu syahwat yang terlarang saat berpuasa.
Begitu pula hukumnya atas wanita yang melakukannya dengan suami atau budak wanita dengan tuannya saat dia sedang berpuasa.
Al-Imam Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah berkata dalam Ijabatus Sa’il (hal. 174): “Jika seorang lelaki bermesraan dengan istrinya (bercumbu dan berpelukan) untuk memuaskan syahwatnya dengan ejakulasi di luar farji istri, maka dia berdosa dengan itu.
Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda dalam hadits qudsi yang diriwayatkannya dari Rabbnya:
“Orang yang berpuasa meninggalkan makanannya, minuman dan syahwatnya karena Aku.” (Muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Jika dia melakukan hal itu dalam keadaan jahil (tidak tahu hukum), maka ketika dia mengetahui hukumnya hendaklah bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jika dia bermesraan dengan istrinya dalam keadaan mengerti hukum bahwa boleh baginya bermesraan dengan istrinya [1] selain jima’ (bersetubuh), lalu dia mencapai ejakulasi, sementara dirinya tidak bermaksud untuk itu, maka dia tidak berdosa.”
Hal ini membatalkan puasa, seperti halnya ejakulasi yang dicapai dengan jima’ (bersetubuh) yang merupakan pembatal puasa, berdasarkan nash Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Hal ini dikuatkan dengan hadits qudsi di atas bahwa orang yang berpuasa menahan diri dari makanan, minuman, dan syahwat yang merupakan pembatal-pembatal puasa.
Sementara ejakulasi merupakan syahwat dengan dalil sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Pada kemaluan setiap kalian ada shadaqah.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah! Apakah salah seorang dari kami mendatangi syahwatnya dan dia mendapat pahala dengannya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tahukah kalian, kalau dia meletakkannya dalam perkara yang haram, apakah dia berdosa karenanya? Demikian pula halnya jika dia meletakkannya dalam perkara yang halal, maka dia mendapat pahala karenanya.” (HR. Muslim dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu)
Tentu saja ejakulasi saat orgasme (puncak kenikmatan syahwat) adalah syahwat yang terlarang saat berpuasa dan membatalkan puasa, dengan cara apapun seseorang mencapainya.
Lantas, bagaimana jika laki-laki masturbasi (onani) sampai mengeluarkan air mani disaat malam hari pada bulan puasa Ramadhan?
Mengeluarkan air mani disaat malam hari di bulan puasa diperbolehkan, akan tetapi jika mengeluarkannya dengan cara masturbasi (onani) maka haram hukumnya.
Walaupun tidak sedang menjalankan ibadah puasa, para ulama mengatakan bahwa onani sendiri haram hukumnya.
Hal tersebut juga sudah dijelaskan pada firman Allah sebagai berikut ini:
“Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu.” - (Al-Baqarah 187)
Baca Juga: Jadwal Imsakiyah Hari Ke-5 Ramadhan 1443, 7 April 2022 untuk Wilayah Kabupaten Kudus dan Sekitarnya
Dalam firman tersebut, sudah sangat jelas bahwa onani bukanlah cara yang ditetapkan Allah untuk mengeluarkannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Wahai para pemuda, jika kalian telah mampu menikah, maka menikahlah. Karena pernikahan mampu menundukkan pandanganmu dan menjaga kemaluanmu. Siapa yang belum mampu (menikah) maka berpuasalah, karena puasa itu akan menjadi tameng baginya.” (HR. Al-Bukhari 5066 dan Muslim 1400)***