Portal Pati - Apakah Boleh Berhubungan Suami Istri di Malam Satu Suro? Apa Hukumnya? Ini Penjelasan Menurut Fiqih dan Tasawuf.
1 Muharram 1445 H sudah di depan mata. Berdasarkan kalender Hijriah yang dikeluarkan Kementerian Agama Republik Indonesia, tahun baru Islam 2023 jatuh pada Rabu, 19 Juli 2023.
Memasuki tahun yang baru, kaum muslimin mulai banyak mengerjakan berbagai ibadah di malam harinya. Namun, semisal pasangan suami-istri berhubungan di malam tahun baru Islam, apakah boleh?
Merujuk berbagai sumber, temukan jawaban apakah boleh berhubungan suami-istri di malam 1 Suro alias 1 Muharram. Langsung simak penjelasannya, yuk!
Hukum Berhubungan Suami-Istri di Malam 1 Suro/1 Muharram
Dijelaskan oleh Ustaz Hikmatul Luthfi bin KH Imam Syamsudin, secara fikih, hukum suami-istri berhubungan di malam 1 Suro atau tahun baru Islam maupun di malam lainnya adalah mubah.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah ayat 223 yang berbunyi,
"Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman."
Hal serupa juga dijelaskan dalam kitab Al-Majmu':
"Dalil kami untuk menanggapi argumentasi semua pendapat di atas adalah seperti yang dikemukakan Ibnu al-Mundzir bahwa berhubungan badan hukumnya boleh karena itu kita tidak bisa melarang dan memakruhkannya tanpa dalil. (Al-Majmu' Juz. 2, hal. 241).
Hanya saja, ada waktu dan kondisi tertentu dilarangnya seorang suami menggauli istrinya, yaitu ketika sedang haid atau nifas (Al-Baqarah: 222), dalam keadaan berpuasa (Al-Baqarah: 187), atau sedang Ihram haji dan umrah (Al-Baqarah: 197).
Di luar keadaan tersebut, berdasarkan ilmu fikih, maka tidak akan menjadi masalah bagi pasangan suami-istri untuk berhubungan badan, sekalipun itu di malam 1 Suro atau malam tahun baru Islam.
Hanya saja, Ustaz Hikmatul Luthfi menjelaskan, perspektif tasawuf sedikit berbeda memandangnya.
Dari pandangan ini, terdapat sejumlah riwayat yang tidak menganjurkan untuk berhubungan suami-istri ketika malam hari raya, malam awal, tengah dan akhir bulan.
Diterangkan dalam kitab Ihya' yang bunyinya,
"Makruh bagi seseorang berhubungan badan di tiga malam tiap bulannya, yaitu awal bulan, pertengahan bulan, dan akhir bulan, dikatakan bahwa setan hadir jimak pada malam-malam ini dan dikatakan bahwa setan-setan itu berjimak di malam-malam tersebut." (Ittihaf Sadat al-Muttaqin Syarh Ihya 'Ulumiddin, Juz. 6 h. 175).
Ditegaskan oleh Ustaz Hikmatul Luthfi, larangan tersebut hanya sampai batas makruh, tidak haram. Menurutnya, hukum makruh tersebut lantaran malam-malam, seperti malam 1 Muharram, malam takbiran Idul Fitri maupun Adha, merupakan waktu yang lebih afdal untuk memperbanyak ibadah, doa, dan berzikir.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hukum berhubungan suami-istri di malam 1 Suro atau 1 Muharram bisa sampai makruh. Menurut perspektif tasawuf, alasannya adalah malam-malam seperti malam 1 Muharram lebih afdal untuk diisi dengan kegiatan ibadah.
Kendati demikian, hukum asal berhubungan suami-istri adalah mubah dan tidak menjadi masalah apabila dikerjakan di malam tertentu. Namun, bisa berubah menjadi haram ketika si istri haid, sedang berpuasa, atau tengah melaksanakan ihram.***