Karena kecerdasannya, dia ditugasi oleh Belanda untuk menyusup di kalangan santri, agar mempengaruhi kaum santri untuk bisa kompromi dengan Belanda.
Ternyata Douwes Dekker setelah mencoba masuk di kalangan pesantren dan mengamati bagaimana perilaku kyai yang sederhana, memberi, santun, dan menyapa rakyat kecil.
Sangat berbeda keadaannya, dengan situasi di rumahnya sendiri yang serba roti, burger, babi, pesta, dan lain-lain. Apa yang terjadi, bergejolak di hati Douwes Dekker adalah memilih berpihak kepada kaum santri.
Sehingga orang yang kemlondo (bersikap seperti Belanda) begitu melihat santri, berubah menjadi santri dan memuji-muji kebaikan eksistensi santri dan kyai.
Statemennya yang populer ‘andai tidak ada kyai, tidak ada pesantren maka Indonesia ini pasti akan habis, tidak mempunyai jadi diri lagi dihabisi oleh Belanda’. Karena ada kyai, santri, dan pesantren, maka negeri ini menjadi negeri yang terhormat.
Kemerdekaan. Presiden Soekarno dalam membacakan proklamasi tidak mau sendirian, ditunjukklah pendampingnya Mohammad Hatta.
Siapa dia, dia adalah Mohammad Hatta bin Asy-Syaikh Abdul Jamil. Orang tua Mohammad Hatta ini benar-benar adalah mursyid thoriqoh naqsyabandiyyah kholidiyyah. Apapun bentuknya, dalam proklamasi tetap diiringi dengan doa. Di back-up dengan ketuhanan. Walaupun selanjutnya Bung Hatta dikenal hanya sebagai Bapak Koperasi.
Setelah kemerdekaan perlu ada penyemangatan dokumen melalui lagu-lagu. Muncullah lagu Syukur, berterima kasih atas anugrah Allah karena kemerdekaan telah dicapai. Bahasa ‘syukur’ itu pasti bahasa santri.
Dan penciptanya hanya ditulis M. Husein. Nama aslinya Muhammad Husein Al-Muthohhar. Itu artinya dia mempunyai nasab, terjalin dengan Hadratu Rasul Nabiyullah Muhammad saw.