Ini Rahasia di Balik Air Putih saat Berbuka Puasa dalam Kajian Thibbun Nabawi

- 31 Maret 2024, 14:36 WIB
Ilustrasi. Mengkonsumsi air putih secara teratur selain dapat menyegarkan juga mencegah dehidrasi dan mencegah suhu tubuh tetap normal.
Ilustrasi. Mengkonsumsi air putih secara teratur selain dapat menyegarkan juga mencegah dehidrasi dan mencegah suhu tubuh tetap normal. / freepik @master1305/

Orang yang meneguk air putih sebagai pembuka puasanya sesungguhnya sedang mengencerkan dan menelan ludahnya sendiri bersama air itu.

Saat air putih ditelan membasahi lidah, gigi,  rongga mulut, dan kerongkongan, maka air ludah orang yang berpuasa akan ikut masuk ke saluran pencernaan.

Di dalam proses ini, air ludah diencerkan dengan air putih yang ditelan.

Air ludah orang yang berpuasa sesungguhnya berbeda dengan ketika tidak berpuasa.

Ada banyak manfaat yang diungkapkan oleh para ahli tentang keunikan ludah orang yang berpuasa.

Ketika ludah ini ditelan bersamaan dengan masuknya air putih saat buka puasa, konsentrasinya yang semakin encer akan memudahkan lambung dan usus dalam mengolah dan menyerap zat berkhasiat yang ada di ludah orang yang berpuasa.

Di dalam kitab Al-Qanun fit Thibb yang ditulis oleh Ibnu Sina, dibahas berbagai macam keunikan air ludah orang yang sedang berpuasa.

Di antara manfaat air ludah orang yang sedang berpuasa adalah meredakan sakit telinga bila diteteskan, menyembuhkan luka akibat infeksi kurap bila dioleskan dengan kamfor dan sebagai antiracun bila digunakan secara langsung.

Manfaat sebagai antiracun inilah yang sangat bermanfaat bila ludah diencerkan dengan air putih saat berbuka puasa.

“Air liur orang yang berpuasa, bila diteteskan, meredakan sakit telinga. Jika dihinggapi kecacingan, air liur yang dioleskan bersama dengan kamfor akan menghilangkan gatal-gatal yang disebabkan oleh infeksi cacing itu dengan cara membunuh cacing dan langsung mengeluarkannya. Air liur orang yang berpuasa dapat melawan racun. Orang yang berpuasa apabila meludahi kalajengking berulang kali, maka kalajengking itu akan mati.”(Abu Ali al-Husain bin Abdullah bin Sina, Al-Qanun fit Thibb Book II, Jamia Hamdard, New Delhi, 1998: 418)

Halaman:

Editor: Uswatun Khasanah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah