Indonesia Termasuk Negara Berpotensi Resesi, Pengamat: Perlu Dilakukan Langkah Mitigasi Diversifikasi Ekonomi

- 19 Juli 2022, 21:04 WIB
Indonesia Termasuk Negara Berpotensi Resesi, Pengamat: Perlu Dilakukan Langkah Mitigasi Diversifikasi Ekonomi
Indonesia Termasuk Negara Berpotensi Resesi, Pengamat: Perlu Dilakukan Langkah Mitigasi Diversifikasi Ekonomi /

Portal Pati - Berdasarkan data riset Bloomberg terakhir menunjukkan bahwa Indonesia masuk dalam negara yang berpotensi mengalami Resesi.

Meski presentasenya terbilang kecil tapi potensi itu ada dan patut Kita waspadai dan kita akan lihat data-datanya berikut ini.

Daftar negara yang masuk dalam hasil riset Bloomberg yang dinyatakan ini sangat rawan untuk mengalami Resesi.

Baca Juga: New Vinfast Vento 2023, Skuter Listrik Retro Klasik Siap Mengaspal, Dapatkah Menyaingi Honda Scoopy

Yang pertama adalah Sri Lanka dengan persentase terbesar yakni sebanyak 80%, diikuti New Zealand 30%, Jepang dan Korea Selatan 26%, Australia dan Jepang yang juga tidak lepas dari ancaman untuk terjadinya Resesi.

Indonesia persentasenya memang kecil yaitu sebesar tiga persen tetapi angka ini masih ada sehingga patut diwaspadai.

Ini menjadi suatu hal yang sebaiknya diwaspadai karena Indonesia sudah pernah mengalami Resesi pada tahun 2020.

Resesi adalah suatu kondisi ekonomi dimana negara mengalami pertumbuhan ekonomi negatif selama atau sebanyak dua Kuartal secara berturut-turut.

Baca Juga: Pabrikan Honda Keluarkan SUV RS, Buat Toyota Raize dan Daihatsu Rocky Ketar-Ketir, Simak Spek Lengkapnya

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 di triwulan kedua terkontraksi 5,32 persen, kemudian di triwulan ketiga berkontraksi lagi 3,49 persen, dan di triwulan keempat ini minus 2,9 persen.

Indonesia pertumbuhan ekonomi di tahun 2020 negatif, tetapi terus mengalami perbaikan.

Terkait hal ini, hasil riset dari Bloomberg sebetulnya menjadi pernyataan atau direspon oleh pemerintah Indonesia.

Menanggapi hasil riset tersebut, Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani menyampaikan kita relatif dalam situasi yang tadi disebutkan risikonya tiga persen dibandingkan negara lain yang potensi resepsinya di atas 70%.

Baca Juga: Skuter Matik Taiwan Nggak Ada Matinya!, Ternyata Didominasi Pabrikan Lokal Taiwan Lho...

"Namun ini perlu digarisbawahi agar kita tidak berarti terlena, kita tetap waspada. saya tadi bilang bahwa negara yang persentase paling besar untuk mengalami Resesi adalah Sri Lanka 80%," ujar Sri Mulyani di Nusa Dua, Bali, pada 13 Juli 2022 lalu.

Indonesia perlu belajar dari kondisi yang menimpa Sri Lanka sehingga tidak terjerumus ke jurang Resesi.

Pertama, ini diawali sebetulnya pada tahun 2019 dimana pada saat itu ada serangan bom ekstremis yang menyerang gereja dan juga Hotel.

Pasca kejadian tersebut untuk sektor pariwisata, Sri Lanka langsung terdampak.

Belum bisa bangkit dari hal itu, Covid 19 pun melanda hampir seluruh negara di dunia termasuk di Sri Lanka.

Baca Juga: Bagaimana Kondisi Psikologis Kamu Jika Bermimpi Meninggal atau Sekarat, Berikut Penjelasan Menurut Primbon

Kemudian dari dua kejadian membuat Sri Lanka gagal untuk membayar utang luar negeri atau Allen sebesar 51 Milyar Dollar Amerika Serikat.

Kemudian mereka juga kehabisan stok dollarnya sehingga berdampak pada ketidakmampuan mereka untuk membayar impor bahan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat Sri Lanka.

Itulah yang menyebabkan harga-harga bahan pokok di Sri Lanka seperti BBM dan harga pangan mengalami lonjakan yang cukup signifikan.

Berdasarkan pengalaman yang dialami oleh Sri Lanka, meskipun persentasenya masih kecil Indonesia harus melakukan langkah-langkah mitigasi.

Telisa Aulia Falianty, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia mengatakan bahwa Indonesia harus melakukan diversifikasi ekonomi.

Jangan hanya bergantung pada satu atau dua komoditi saja tetapi di diversifikasi-kan ke sektor-sektor yang memang punya nilai tambah seperti halnya manufaktur yang bisa menjadi bantalan ekonomi suatu negara dalam hal ini adalah Indonesia.

Teresa juga menghimbau kepada pemerintah agar tidak terlalu mengandalkan impor khususnya di sektor pangan dan energi.

Baca Juga: Bocoran One Piece Chapter 1054: Yamato vs Admiral Greenbull, Sabo Menjadi Kaisar Api, Ayah Vivi Tewas

Beliau juga mengingatkan agar Indonesia meningkatkan produksi dalam negeri.

Hal yang berikutnya adalah terkait dengan hati-hati dalam mengelola utang luar negeri.

Selain itu, hal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penghematan belanja pegawai dan anggaran.

Hal ini sebaiknya dialihkan untuk memberikan stimulus di sektor usaha kecil dan menengah lalu juga digitalisasi perizinan.

Berikutnya adalah kelola kebijakan subsidi agar tidak memberatkan APBN.

"Jadi semuanya harus dilihat secara makro pemirsa jangan apa-apa diberikan subsidi, subsidi, dan subsidi sehingga APBN Negara Indonesia ini bisa begitu berat bisa menjadi beban dan ini bisa berdampak negatif bagi ekonomi negara," Ujar Aulia.

Berbicara soal utang luar negeri yang seringkali dibahas, utang luar negeri Indonesia sangat tinggi bahkan sangat besar.

Baca Juga: Kunci Jawaban TANTANGAN HARIAN Mode Terbaru Shopee Tebak Kata 19 Juli 2022, Menangkan Banyak Hadiah Disini

Berdasarkan data yang dihimpun, jumlah utang luar negeri Indonesia Per Mei 2022 adalah 463 Milyar Dollar Amerika Serikat

Angka ini terus mengalami penurunan alias Indonesia ini berarti sudah bisa atau tetap masih mampu membayarkan.

Berbicara utang luar negeri Indonesia maka kita berbicara bukan hanya utang pemerintah karena utang luar negeri Indonesia itu terdiri dari tiga utang luar negeri pemerintah, utang luar negeri bank sentral, dan juga utang luar negeri swasta.

Pada ketiga jenis utang luar negeri itu baik itu oleh DC pemerintah maupun DC swasta ini semuanya mengalami kontraksi.

Utang luar negeri Indonesia secara keseluruhan mencapai 463 Milyar Dollar Amerika Serikat.

Ini sudah berkurang atau terkontraksi 2,6 persen year-on-year, berarti kalau dibandingkan pada akhir Mei 2021 kemudian utang luar negeri pemerintah ini juga terkontraksi cukup tinggi 7,5 persen year on year dimana ini ada disebabkan beberapa hal.

Pertama beberapa seri surat berharga negara atau SBN yang memang jatuh tempo di bulan Mei 22 dan pengaruh sentimen Global yang memicu pergeseran investasi portofolio di pasar SBN domestik oleh investor non-resident.

Baca Juga: Komik One Piece Chapter 1054 Prediksi: Sabo Sang Kaisar Api, Membunuh Ayah Vivi? Greenbull Dihadang Yamato

Kemudian untuk utang luar negeri swasta ini juga mengalami kontraksi 0,7 persen year on year di akhir Mei 2022, tetapi memang untuk utang luar negeri swasta ini sempat mengalami pertumbuhan normal tiga persen pada bulan April tahun kemudian terkontraksi lagi 0,7 persen year-on-year.

Hutang pemerintah Indonesia mayoritas digunakan untuk kemaslahatan masyarakat Indonesia.

24,5 persen terbesar utang luar negeri pemerintah ini peruntukannya adalah untuk sektor kesehatan dan juga kegiatan sosial.

Berikutnya di sektor pendidikan sebanyak 16,5 persen kemudian 15,1 persen untuk administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib konstruksi sebesar 14,03 persen dan yang terakhir adalah 11,8 persen dengan jumlah utang luar negeri Indonesia masih mencapai 463 Milyar Dollar Amerika Serikat ini bisa dikatakan sebetulnya struktur utang luar negeri Indonesia dikatakan sehat.

Apa sebabnya?, rasio utang luar negeri Indonesia terhadap PBB ini sebesar 32,33 persen turun dibandingkan dengan bulan April dimana pada bulan april ini masih rasionya masih 32,6 persen.

Dikatakan sehat karena rasio ini masih dibawah batas maksimal yang tertuang di undang-undang nomor 17 tahun 2013 yaitu masih dibawah 60% kemudian dominasi utang luar negeri Indonesia ini sifatnya adalah jangka panjang sebanyak 86,07 persen.

Untuk itu, utang luar negeri ini mayoritas digunakan untuk pembangunan dan juga pemulihan ekonomi yang sempat tergerus akibat pandemic covid-19.

Baca Juga: Apa Arti Mimpi Tenggelam? Inilah Penjelasan Menurut Kondisi Psikologis dan Primbon Jawa, Simak Selengkapnya

Negara pemberi hutang atau kreditur Indonesia ternyata bukan Amerika Serikat dan Tiongkok yang terbanyak memberikan utang bagi Indonesia.

Per Mei 2022, negara pemberi utang terbanyak untuk Indonesia adalah Singapura dengan nominal mencapai 50 9,8 Milyar Dollar Amerika Serikat.

Kemudian diikuti Amerika Serikat, Jepang, Tiongkok, dan Hongkong.

Indonesia masih terbilang jauh lebih baik dibandingkan dengan Sri Lanka khususnya terkait dengan ekonomi namun kondisi ekonomi global yang disebabkan pandemi Covid-19 kemudian konflik dari Rusia-Ukraina yang sampai dengan saat ini masih belum usai harus betul-betul diwaspadai karena sebetulnya dampaknya sudah kita rasakan langsung.

Misalnya saja harga BBM dan juga gas LPG nonsubsidi yang juga mengalami kenaikan.

Selain itu soal inflasi ini seakan tidak bisa terhindarkan.

Amerika saja yang notabene adalah negara adidaya inflasinya sudah menyentuh sembilan persen.

Sementara itu, berdasarkan data Bank Indonesia inflasi di Indonesia ini juga terus menunjukkan tren peningkatan dari semula 2 persen di bulan Februari kini sudah dia empat persen dibulan Juni 2022.

Jika pemerintah tidak bisa mengatasi inflasi maka daya beli masyarakat pun juga akan melemah ini yang harus diwaspadai.***

Editor: Uswatun Khasanah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah