Teks Khutbah Jumat Terakhir Bulan Ramadhan 2024 Tentang Meraih Hakikat Puasa yang Sesungguhnya

- 5 April 2024, 04:15 WIB
Khutbah Jumat singkat akhir Ramadhan edisi 5 April 2024
Khutbah Jumat singkat akhir Ramadhan edisi 5 April 2024 /pixabay.com


Membahas Ramadhan, maka tak bisa lepas dari membahas salah satu rukun Islam, yaitu puasa, yang diwajibkan pada seluruh orang beriman yang telah memenuhi syarat wajibnya. Puasa merupakan ibadah yang sangat mulia sebab pahala yang diperoleh langsung diberikan oleh Allah tanpa perlu ditanyakan jumlah lipat-gandanya. Allah berfirman dalam hadits qudsi: Setiap kebaikan yang dilakukan anak Adam akan dilipatgandakan dari sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat kecuali puasa, sebab puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya kepada orang-orang yang telah menahan syahwat, makan, dan minum karena-Ku. Puasa adalah perisai. Ada dua kebahagiaan bagi orang yang berpuasa: bahagia ketika berbuka dan bahagia ketika berjumpa dengan Rabb-nya pada hari kiamat. (Syekh Nashr ibn Muhammad as-Samarqandi, Tanbihu-l Ghafilin fi Ahaditsi Sayyidi-l Anbiyai wal Mursalin, halaman: 185).


Di lain waktu, Nabi Muhammad SAW menjelaskan keutamaan puasa Ramadhan sebagai berikut:


مَنْ صَامَ رَمَضَانَ اِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ


Artinya: Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dalam keadaan iman dan ihtisab, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki, Khashaisu Ummati-l Muhammadiyyah, Hai’atu-sh Shofwati-l Malikiyyah, halaman: 192)


Berkaca pada hadits tersebut, agar kita bisa memperoleh keutamaan-keutamaan yang telah dijelaskan, maka setidaknya ada dua syarat yang harus dilakukan: Puasa dalam keadaan iman. Iman yang dimaksud adalah membenarkan semua balasan dan pahala yang telah dijanjikan oleh Allah.

Puasa dalam keadaan ihtisab, yaitu mengharap ridha Allah. Bukan puasa karena takut menjadi bahan penggunjingan orang lain. Oleh karena itu, seyogianya kita dalam menjalani puasa Ramadhan mengetahui kemuliaan ibadah ini, menjaga lisan dari bohong, ghibah, fitnah, menjaga anggota badan dari perbuatan maksiat, menjaga hati dari sifat hasad, dan tidak memusuhi sesama. Jika kita tidak menjauhi sifat-sifat tercela tersebut, maka dikhawatirkan kita masuk dalam golongan orang yang disabdakan oleh Rasulullah SAW berikut ini:


كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ اِلَّا الْجُوْعُ وَالْعَطَشُ


Artinya: Betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapat secuil apapun dari puasanya kecuali hanya lapar dan haus. (Imam al-Ghazali, Bidayatu-l Hidayah, bab Adabu-sh Shiyam)


Dengan demikian, bisa saja yang bersangkutan menahan lapar dan haus seharian, akan tetapi hakikatnya tidak melakukan puasa. Bahwa secara hukum yang bersangkutan telah melaksanakan kewajiban, akan tetapi puasanya tidak memberikan atsar atau pengaruh apa-apa dalam keseharian. Bagaimana mungkin? Dirinya masih melakukan aneka perbuatan yang dilarang, kendati seharian puasa. Begitulah maksud dari tidak ada pahala sama sekali yang didapat. Hadirin Rahimakumullah


Ramadhan tidak melulu tentang kemuliaan, tapi ada juga ancaman yang ditujukan bagi segelintir orang. Dikisahkan ketika Nabi menaiki mimbar, pada tangga pertama beliau berucap âmîn. Pada tangga kedua dan ketiga beliau juga berucap âmîn. Para sahabat akhirnya bertanya: Wahai Rasulullah, kami mendengar engkau mengucapkan âmîn tiga kali. Nabi menjelaskan: Pada tangga pertama tadi, Jibril mendatangiku dan mengatakan:

Halaman:

Editor: Uswatun Khasanah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah